Happy B’Day, Kampung Besar!

Hari ini Jakarta berulang tahun yang ke 480. Usia tersebut dihitung dari 22 Juni 1527, ketika Fatahillah merubah nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang artinya adalah kota kemenangan, yang diambil dari bahasa Sansekerta jayakṛta (जयकृत). Ketika Jan Pieterszoon Coen — yang biasa disebut Murjangkung oleh inlander — berkuasa ia ingin mengganti nama Jayakarta menjadi Nieuwe Hollandia. Namun keinginan Murjangkung tidak direstui oleh de Heeren Seventien di Belanda, yang kemudian memutuskan merubah Jayakarta menjadi Batavia yang diambil dari nama suku Batavieren — percampuran antara bangsa Belanda dan Jerman yang hidup rukun di tepian sungai Rhein. Tidak diketahui apakah pemilihan Batavia (yang rukun) menggantikan Jayakarta (kemenangan) karena de Heeren Seventien mampu meramal sehingga tahu kondisi Jakarta sekarang ini yang sebagian penduduknya bersikap selalu mau menang sendiri? Kalaupun benar demikian, upaya de Heeren Seventien terhenti pada tanggal 8 Agustus 1942. Pemerintah kolonial Jepang pada waktu itu memutuskan untuk mengganti nama Batavia menjadi Jakarta Toko Betsu Shi. Plesetannya: Jakarta Toko Besi! Cocok dengan kondisi Jakarta sekarang ini: keras dan mau menang sendiri.

Tidak ada yang istimewa sebagai hadiah ulang tahun Jakarta kali ini. Jakarta yang dihuni oleh 8.792.000 penduduknya, masih terdiri atas 44 sub-distrik (kecamatan) dan 258 kampung (kelurahan), yang mungkin tetap menempatkan Jakarta sebagai kota dengan struktur pemerintahan terbesar di dunia. Sebagai perbandingan, New York City dengan jumlah penduduk 8.200.000 hanya memiliki 5 borough yang dapat dikatakan setara dengan 5 kecamatan. Gelar sebagai kota terpadat ke 9 di dunia — dengan kerapatan 44.283 orang per mil persegijuga belum beranjak naik, masih dibawah Surabaya yang menempati urutan ke 7 (45.847 orang per mil persegi). Kalaupun ada yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya itu adalah penambahan moda transportasi massal. Setelah mengadopsi modus busway, beberapa waktu lalu Jakarta juga mulai mengenal waterway sebagai transportasi alternatif. Ada yang mengatakan waterway hanya sebagai pengalih fokus dari rencana pembangunan Light Rail Transit (monorail) yang tertunda-tunda dan Mass Rail Transit yang belum jelas kapan akan dimulai. Dengan kata lain, Jakarta tetap bercirikan lalu-lintas yang ruwet dan kemacetan di sana sini. Macet lagi macet lagi, padahal si Komo* sudah beberapa tahun tidak melewati jalanan Jakarta.

Layaknya seorang manusia yang berulang tahun, saya pun mengharap Jakarta — sebagai kampung besar — akan tampil lebih baik di usia yang hampir setengah abad. Semoga saja harapan saya terpenuhi oleh petinggi berikutnya yang terpilih secara demokratis.

Happy B’Day, Kampung Besar!

* lagu anak-anak yang menceritakan kemacetan lalu-lintas di Jakarta

Published in: on Friday, 22 June, 2007 at 3:20 am  Leave a Comment  
Tags:

Leave a comment